make widget
0

SAJAK BURUNG-BURUNG

Minggu, 22 Januari 2012.
Disini dulu ayahku menuntunku
melewati pematang-pematang yang indah
sambil sesekali bercerita tentang indahnya tanah ini

Disini dulu ayahku memberikan seekor anak burung,
pelihara dan jangan sakiti dia, kata ayah.

Disini, dulu kami memancing ikan bersama
di tengan hamparan padi yang menguning
dan ayahku bercerita tentang ia yang memancing di tempat ini juga bersama kakek.

Disini, dulu ayah membelai kepalaku, diantara butir padi yang menjanjikan kehidupan
cintai tanah ini seperti kau mencintai nafasmu, ucap ayah

Dan kini, semua telah lenyap
tanahku yang subur telah berganti hamparan gedung
sarang burung itu telah berganti mercusuar yang berdiri kokoh

di atas kepalaku tak lagi melayang burung pipitku yang cantik
telingaku pekak oleh raungan burung-burung raksasa dari baja
nafasku sesak oleh asap dari mesin hasil kejeniusanmu

Maafkan aku ayah, teriak dan air mataku tak mampu menyelamatkan tanah ini
burung-burung itu terlalu kuat untuk kuhalau
dan buldozer-buldozer angkuh itu telah meratakan semuanya.

Sejengkal saja, Tuan.
sisakan untuk kuburanku dan anak-anakku.
sebelum kau merampas semuanya dari kami

hanya sejengkal, untuk kukuburkan jasad keluargaku
selebihnya, ambil dan makanlah semuanya, tanahnya, cacingnya, dan harapan kami yang sirna

biarlah luka kami terkubur di tanah ini
sebab rintihan pilu dari anakku yang kelaparan hanyalah nyanyian pengantar lelapmu

simpan teriakmu, Anakku.
tak ada gunanya berteriak dan menjerit
semua itu hanya akan jadi catatan-catatan lusuh
yang akan memenuhi bak sampah di istana mereka yang megah
yang dibangun di atas darah dan keringat kita.Share
0

LEGENDA PUTRI NYALE, SERUAN PERDAMAIAN DARI TANAH LAUK KAWAT

Kamis, 19 Januari 2012.
Pesta rakyat Bau Nyale adalah sebuah upacara tradisional yang sangat sakral bagi masyarakat suku Sasak khususnya di Kabupaten lombok tengah, tradisi ini sudah ada sejak jaman dahulu yaitu sebelum abad ke 16, tradisi ini dilakukan bukan hanya sebagai ajang rekreasi bagi masyarakat di sekitar pulau Lombok, namun lebih dari itu tradisi ini ditujukan untuk mengenang seorang putri kebanggaan tanah sasak yaitu putri Mandalika.

legenda putri Mandalika inilah yang sudah berurat berakar pada masyarakat Lombok Tengah, selain sejarahnya Sang Putri yang elok dan jelita, putri Mandalika juga dikenang atas pengorbanannya untuk perdamaian.

tersebutlah pada zaman dahulu, di Lombok berdiri sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan tunjung Bitu, kerajaan ini dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raja Tonjang Beru dan permaisurinya yang bernama Dewi Seranting. Raja Tonjang Beru adalah seorang raja yang arif dan bijaksana, ia dicintai rakyatnya karena kearifannya. ia mempunyai seorang putri yang cantik dan cerdas bernama Putri Mandalika, Sang Putri mewarisi sifat ayahnya, ia sangat dihormati dan dicintai oleh rakyatnya. ia terkenal dengan kedekatannya pada rakyatnya, Sang putri tidak pernah membedakan dengan siapa ia akan bergaul.

kecantikan serta kepintaran sang Putri tersebar jauh hingga ke kerajaan-kerajaan lain di Pulau Lombok, banyak pangeran yang terpikat dan ingin memperistri Sang Putri. persaingan pun terjadi, banyak pangeran yang tidak terima jika Putri Mandalika dipersunting oleh orang lain, hingga terjadilah pertikaian antar pangeran yang melibatkan kerajaan masing-masing.

hal ini lah yang tidak diinginkan oleh putri Mandalika, oleh sebab itu tak seorang pun dari sekian banyak pangeran yang melamarnya itu diterima, sang putri mencari solusi dari permasalahn ini, tak lupa ia berdiskusi dengan ayahandanya akan keaadaan pelik ini.

kegundahan sang putri ini akhirnya terpecahkan, konon sang putri melakukan semedi. sebuah keputusan yang sangat sukar diambil sang putri setelah semedinya, ia bertekad untuk tidak menerima pangeran manapun yang melamarnya, ia tak ingin terjadi pertumpahan darah di bumi sasak ini.

akhirnya, pada hari yang ditentukan, sang putri mengundang seluruh pangeran dan rakyatnya untuk berkumpul di Pantai seger, yaitu Pantai yang terletak di ujung selatan Pulau Lombok. ia berjanji untuk mengumumkan pilihannya apabila semua rakyatnya dan pangeran itu hadir.

para pangeran dan rakyatnya pun berbondong-bondong menuju panati Seger, dengan rasa penasaran yang membuncah, rakyat berkumpul untuk mendengarkan keputusan Sang putri, siapa gerangan pangeran yang beruntung mempersunting Sang Putri.

putri Mandalika berdiri di atas sebuah bukit, dan mulai berbicara. semua yang hadir mendengarkan dengan khidmat, Sang Putri berbicara tentang perdamaian, tentang dirinya yang tak ingin jadi penyebab pertikaian yang hanya akan menimbulkan kekacauan. hadirinpun semakin penasaran dan tak mengerti apa maksud sang Putri, pada akhir pidatonya Putri Mandalika berpesan, agar tetaplah menjaga perdamaian dengan atau tanpa dia, putri juga berpesan bahwa ia bukan milik siapa-siapa, ia adalah meilik seluruh rakyat Tunjung Bitu, oleh sebab iti, apabila rakyanya hendak bertemu dengannya, hendaklah menemuinya di tempat ini setiap tangggal 20 bulan 20 menurut penanggalan sasak. para hadirin dan pangeran pun semakin tegang, dan sang putri menyampaikan permohonan maaf kepada semua yang hadir di tempat itu. 

tak lama kemudian Sang Putri pun menceburkan diri ke laut, semua yang hadir terkesima, bagai disambar petir, serentak rakyat yang hadir pada saat itu berlari ke laut untuk menyelamatkan sang putri. namun sang putri telah lenyap, semua yang hadir di tempat itu larut dalam kesedihan, putri yang sangat dihormati itu telah mengorbankan dirinya untuk perdamaian.

tiba-tiba, dari laut muncullah binatang menyerupai cacing yang berwarna-warni, binatang ini muncul dengan tiba-tiba, semua yang hadir di pantai itu turun ke laut untuk menangkap binatang yang jumlahnya semakin banyak itu, mereka percaya bahwa binatang yang di sebut Nyale itu adalah jelmaan sang putri.

hingga saat ini, tradisi bau nyale selalu dilestarikan oleh masyarakat, selain untuk mengenang sang putri, pesta rakyat bau nyale juga dilakukan untuk mempererat persaatuan dalam masyarakat sasak, tak peduli dari kasta apa, keluarga siapa dan desa mana, semuanya tumpah kelaut dengan satu tujuan, agar perdamaian di bumi Tatas Tuhu Trasna tetap terjaga, dan sebagai pesan budaya yang harus dilestarikan oleh anak cucu kita.


Nyale

Share
0

INI TENTANG KAU

Minggu, 15 Januari 2012.
Ini tentang kau
Yang berdiri di ujung jalan saat gerimis membelai senja

Ini tentang kau
Yang menyulam gaun pengantin dengan beludru hitam tanah pemakaman

Ini tentang kau
Yang menari di ujung malam dengan nyanyian kutukan pada kehidupan



Ini tentangkau
Yang tatapanmu meredupkan mentari

Ini tentang kau
Yang menyulut api di lentera yang terpadam

Ini tentang kau
Dan segala resah yang menggerogoti jiwamu

Ini tentang kau
Yang bersandar di pundakku dengan isak dan air mata

Ini tentang kau
Yang memanggil namaku saat malam beranjak pagi

Ini tentang kau
Yang namamu terpahat di atas nisan itu
Ini tentang kau dan aku
Share
5

CERPEN: AKU INGIN SEKOLAH (bagian satu)

Rabu, 11 Januari 2012.
Oleh: Dede Diagram

(Terinspirasi dari kisah nyata seorang siswa SD yang bunuh diri di sebuah dusun di Desa Kateng)

Malam sudah hampir larut, tak ada suara jangkrik, hanya suara burung hantu yang bertengger di pohon kelapa di samping sebuah gubuk yang beratap ilalang dan berlantai tanah, dindingnya yang terbuat dari bambu itu sudah hampir lapuk, di dalam gubuk tersebut menyala sebuah lampu minyak yang sudah hampir redup. Sesekali terdengar derap kaki anjing liar yang berkejaran di belakang gubuk tersebut.
“Kamu belum tidur?” terdengar suara seorang perempuan tua disambut suara batuknya yang dalam.
“Sebentar lagi, Nek.” Jawab seorang gadis kecil yang masih duduk di atas sajadah di samping lampu minyak yang sudah hampir padam nyalanya, ia masih mengenakan mukena, sebab sejak sehabis sholat isya tadi ia tidak berajak dari tempat duduknya. Di tangannya masih tergenggam sebuah foto ukuran 2 x 3 cm yang menempel di Kartu Tanda Penduduk yang telah lama habis masa berlakunya, hanya itu satu-satunya foto yang ditinggalkan ibunya, Seorang perempuan muda yang baru seminggu meninggal dunia akibat penyakit TBC yang dideritanya.
Sofia, gadis kecil itu masih memandangi foto di tangannya dengan mata yang sembab, fikirannya jauh melayang. Ia ingat ketika ibunya membelai rambutnya yang hampir pirang karena panas matahari sebab setiap hari harus membantu ibunya  mencari rumput untuk kambingnya, seekor kambing betina yang gemuk, satu-satunya aset yang dimiliki anak beranak itu selain gubuk kecil tempat mereka berteduh saat hujan. Ia ingat ketika itu ibunya berkata dengan lembut padanya: “Anakku, ibu ingin suatu hari nanti melihat kamu masuk sekolah, kamu harus pintar, kamu harus jadi orang. Tapi saat ini ibu belum punya uang yang cukup untuk menyekolahkanmu, nanti kalau kambing kita ini sudah beranak, ibu pasti akan membelikan baju seragam dan buku tulis yang bagus untuk kamu, kambingnya akan kita jual.”
Kini kambing itu telah terjual, tapi bukan untuk membeli pakaian seragam atau buku sekolah untuk Sofia, tapi untuk biaya tahlilan ibunya. “Ya, Allah. Ampunilah dosaku dan dosa orang tuaku, terimalah ibu di sisi-Mu, tempatkan ia di surga-Mu”. Sofia berdiri sambil menengok ke wajah neneknya yang sudah tertidur pulas, ia membenahi sajadah dan melipat mukenanya, serta memperbaiki selimut neneknya. Direbahkannya tubuhnya di samping neneknya, ia masih belum bisa memejamkan matanya. Dari kejauhan terdengar kokok ayam tetangga, pertanda pagi hampir menjelang.

***


Share
Terima kasih atas kunjungan Anda, semoga apa yang saya sajikan di blog ini bermanfaat untuk Anda, Mohon kritik dan saran Anda sampaikan di buku tamu
 
DIAGRAM BAND LOMBOK © Copyright 2012 | Template By Diagram Band |